Selasa, 24 Juli 2012

Gesekan antar Perdaban




Makna dari peradaban secara etimologi yakni berasal dari kata addaba yang artinya memperbaiki atau meluruskan.Sedangkan, secara terminologis peradaban memiliki beberapa arti yakni istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis[1] . Namun dalam pengertian lain yakni peradaban berarti manifestasi iman di dalam segala aspek kehidupan.[2]Dan makna peradaban ini juga dapat di perluas sebagai memanifestasikan iman serta mengikuti pola hidup Rasulullah dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Tahun-Tahun setelah terjadinya perang Dingin merupakan saksi bagi dimulainya perubahan-perubahan identitas-identitas dan symbol-simbol secara dramatis. Politik global mulai melakukan rekonfigurasi di sepanjang lintas batas kultural. Pasca perang dingin, begitu banyak bendera dan symbol-simbol identitas cultural lainya  yang tak terhingga, termasuk palang salib, bulan sabit, dan bahkan tutup kepala. 
Tesis Samuel.P. Huntington, yang penulis jadikan rujukan utama dalam penulisan ini merupakan sebuah pemikiran dalam menguraikan peta peradaban dunia yang kian berujung konflik, kepentingan, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya perang.Selain itu bangkitnya identitas kultural dari kelompok subordinasi (wilayah timur) menjadi pemicu dan menarik untuk di kaji bersama dalam buku ini. Pandangan yang berkembang hingga dewasa kini bahwa lahirnya pemikiran di Barat berupa filsafat, ilmu pengetahuan, kebudayaan, hingga berkembangnya peradaban Barat pada dasarnya berasal dari proses “pergumulan” dari interaksi peradaban besar sebelumnya. [3]Sebagaimana yang dikemukakan Arnold Tonybee, bahwa peradaban Barat lahir dari kehancuran peradaban yunai-Romawi.With Disintegration, come rebirth.[4] Sedangkan Roger Garaudy menyebut 3 pilar peradaban barat, yakni Yunani-Romawi, Jude-Kristiani, dan islam. Menurutnya Barat suatu kebetulan. Kebudayaanya suatu hal yang tidak wajar, karena tidak memiliki dimensi yang asli.[5]. Dalam prespektif uraian singkat dalam latar belakang ini merupakan langkah awal bagaimana kita mampu mereflesikan nilai-nilai peradaban yang terjadi di belahan dunia, kepentingan, konflik dan perang pemikiran merupakan keniscayaan yang tak dapat dihindarkan.
Hubungan-hubungan antar peradaban yang paling signifikan dan dramatis terjadi ketika orang-orang dari satu peradaban menundukan dan mengeliminasi atau menyingkan orang-orang dari peradaban lain. Hubungan-hubungan tersebut pada umumnya bersifat sesaat, secara tersamar dan kasar.Baru pada permulaan abad VII M, terjadi hubungan intersivilisasional yang berkembang antara Islam dan Barat dan Islam dengan India.[6] Pengaruh kebangkitan Barat pada abad VIII dan IX M, dunia Kristen Eropa muncul sebagai sebuah peradaban  tersendiri. Selama beratus-ratus tahun ia ketinggalan di belakang peradaban-peradaban lain.  Munculnya sistem internasional-Barat merupakan perkembangan utama dalam kancah politik global pada masa setelah 1500.Sebagai tambahan terhadap saling keterkaitan dalam corak dominasi-subordinasi dengan masyarakat non-Barat, masyarakat-masyarakat Barat juga bertumpu pada sebuah landasan yang lebih sepadan. Setiap peradaban melihat dirinya sebagai pusat dunia dan menyatakan diri sebagai pusat kehidupan Sejarah manusia. Ini barangkali yang menjadi sebab mengapa kebudayaan lebih dapat dibenarkan dibandingkan dengan kebudayaan-kebudayaan lain.[7]
Pertemuan-pertemuan antar peradaban multiredaksional yang terbatas atau tersamar memberikan jalan bagi Barat untuk tetap eksis, penuh kekuatan dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap peradaban-peradaban lain. Akhir Abad XV M merupakan akhir penddudukan semenanjung Iberia oleh Bangsa Moor dan awal pendudukan Portugis atas Asia dan Spanyol.  Pada awal abad XII M, seluruh wilayah Timur Tengah, kecuali Turki baik secara langsung atau tidak  langsung, berada di bawah kontrol Barat. Selama ekspansi Eropa, peradaban-perdaban  Andea dan Meso-Amerika benar-benar tersingkir, peradaban-peradaban India dan Islam yang membentang di wilayah Afrika tersisih,  demikian halnya dengan peradaban Cina, terpaksa harus enyah di gantikan oleh kehadiran (peradaban) Barat.
Barat yang terus mendominasi dalam menggerus peradaban lain, penyebaran kebudayaan di dunia mereflesikan penyebara hegemoni dan memulai bangkitnya peradaban lain di luar peradaba Barat (non-Barat). Ideologi Komunis berkembang di seluruh dunia pada tahun 1950-dan 1960 ketika itu mampu menunjukan keberhasilan dalam bidang ekonomi dan militer.Uni Soviet dan kemudian memudar ketika Soviet mengalami kemandegan. Selama berabad-abad masyarakat non-Barat merasa iri terhadap  kemajuan-kemajuan yang dicapai Barat dalam bidang ekonomi, teknologi, militer dan politik. Manakala mereka menemukanya, mereka pun mencoba menerapkanya dalam kehidupan mereka sendiri.Untuk menjadi kaya dan penuh kekuatan, mereka harus seperti Barat.Krisis Peradaban. Dewasa ini, peradaban umat manusia yang sedang dihinggapi patologi sosial dan anomali ekonomi seolah mengisyaratkan satu hal, keruntuhan peradaban. Isyarat itulah yang dibaca Fritjof Capra, pakar fisika energi-tinggi, dalam analisis kritisnya tentang kebangkitan dan keruntuhan peradaban yang ditulis dalam bukunya, Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan .
Suatu peradaban terdiri atas transisi dari kondisi statis ke aktivitas dinamis. Tantangan dari lingkungan alam dan sosial memancing tanggapan kreatif dalam suatu masyarakat, atau kelompok sosial, yang mendorong masyarakat itu memasuki peradaban. Peradaban terus tumbuh ketika tanggapan terhadap tantangan awal berhasil membangkitkan momentum budaya yang membawa masyarakat keluar dari kondisi equilibrium memasuki suatu keseimbangan yang berlebihan (overbalance), yang tampil sebagai tantangan baru.Masing-masing tanggapan berhasil menimbulkan suatu ketidakseimbangan yang menuntut penyesuaian kreatif baru. Juga dengan perangkat analisis Toynbee, Capra menunjukkan semua peradaban berjalan melalui kemiripan siklus proses kejadian, pertumbuhan, disintegrasi, keruntuhan dan kebangkitan.[8]

Kebangkitan Perdaban non-Barat : Gesekan antar peradaban
Kebangkitan peradaban non-Barat ditandai dengan bangkitnya peradaban Timur yang di representasikan oleh dunia Asia Timur  dan Islam. Masyarakat Asia Timur akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat serta mampu melampaui Barat. Karenanya, Bangsa Asia akan menjadi Bangsa memiliki posisi kuat di kancah dunia. Dengan pertumbuhan ekonominya yang cepat.Masyarakat Asia yakin bahwa keberhasilan ekonomi ini merupakan hasil kebudayaan Asia, yang lebih unggul daripada Barat. Sistem nilai konfusianisme yang begitu di jungjung tinggi oleh masyarakat China yang menolak hidup individualistik dan keberadaan otorianisme  yang tersamar. Dengan keyakinan Masyarakat Asia Timur bahwa perkembangan yang terjadi di Asia dan nilai-nilai yang dimiliki Masayarakat Asia serta berbagai pola kebijakan yang diterapkan oleh masyarakat-masyarakat non-Barat  lainya dapat digunakan untuk menandingi serta mengejar ketertinggalan dari Barat yang harus diadopsi supaya dapat dilakukan pembaruan.
            Ketika negara-negara Asia, karena kemajuan yang dicapai memiliki dalam bidang ekonomi, Umat Islam  menegaskan bahwa ajaran Islam merupakan satu-satunya sumber identitas, makna stabilitas,  legitimasi, kemajuan, dan harapan yang melalui slogan “ Islam adalah jalan keluar”.[9] Kebangkitan Islam memiliki pengaruh terhadap setiap Umat islam di berbagai negara dan terhadap aspek-aspek kehidupan sosial-politik Umat Islam di sebagian besar negara Islam.  Kekuatan kebangkitan islam dan gerakan-gerakan islamis mendorong rezim yang berkuasa untuk memberikan dukungan terhadap institusi-institusi  dan perjuangan Islam, menjadikan symbol-simbol dan praktik-praktik  Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemerintahan islam.  Dalam konteks yang luas, hal ini merupakan suatu penegasan kembali terhadap nilai-nilai Islam dari negara atau masyarakat Islam.  Kebangkitan Islam, bagaimanapun juga, merupakan produk dari kemorosotan kekuatan dan citra Barat ketika Barat benar-benar mengalami kemorosotan, mereka perlu untuk kembali pada pandangan-pandangan, praktik,  dan isntitusi-institusi Islam  sebagai penggerak sekaligus penyeimbang arus modernisasi. [10]
Munculnya kekuatan baru, yang ingin menandingi hegemoni Barat sering kali antar peradaban menyeret pada peperangan, aliansi-aliansi, dengan motif yang berbeda-beda bahkan perang antar peradaban yang mengubah tatanan dunia bisa terjadi.Sebuah perang yang melibatkan negara-negara inti dari peradaban-peradabann besar dunia sebagai suatu hal yang bisa terjadi. Perang seperti sebagaimana  berasal dari adanya sebuah garis persinggungan perang diantara berbagai kelompok yang berasal dari peradaban yang berbeda. Dan yang paling sering melibatkan kaum Muslimin dengan non_muslim serta lainya. Yang paling berbahaya dari perang global interperadaban adalah terjadinya balance of power di antara peradaban-peradaban dengan negara-negara satu sama lainnya. Tampilnya China sebagai kekuatan dominan di Asia Timur dan Tenggara akan menjadi kendala tersendiri bagi kepentingan-kepentingan Amerika yang telah mereka ketahui sebelumnya. Oleh karena itu,  kemungkinan konflik AS dan China akan berkembang pesat.  Sementara itu, perang tersebut memilki pengaruh terhadap negara-negara besar dari peradaban lain. India, atas tawaran China, berusaha menjadi kekuatan dominan di wilayah Asia Timur dengan melakukan serangan terhadap Pakistan dengan harapan  dapat menghancurkan secara total kekuatan-kekuatan nuklir  dan persenjataan konvensionalnya.[11]China dan AS berusaha memberikan dukungan kepada negara-negara sahabat mereka. Jika China berhasil dalam mengembangkan kemampuan militernya, Jepanag enggan bekerja sama dengan China.  AS, Eropa, Rusia dan India bersatu padu untuk menghadapi ancaman China, Jepang dan sebagian besar negara Islam, kedua belah pihak memilki  nuklir dan tidak sekedar memainkan peran minimal, maka salah satu dari  kedua belah pihak akan hancur.Kedua belah pihak merasakan adanya ancaman, sekalipun memungkinkan dilakukanya negosiasi, namun tetap tidak dapat mencarikan solusi bagi persoalan fundamental dalam kaitan dengan hegemoni China di Asia Timur.
Politik Global Peradaban :Islam VS Barat.
Hubungan Barat-Timur (Islam) dalam arti pengenalan Barat terhadap Islam sesungguhnya sudah berlangsung sejak lama, terutama sejak munculnya Islam sebagai kekuatan politik. Akan tetapi, pengenalan dalam arti yang lebih mendalam dan memperlihatkan intensitas yang luar biasa adalah sejak abad ke-19 yakni apa yang dikenal sebagai kajian orientalisme. Hubungan Barat-Islam selama masa tersebut memperlihatkan keragaman dari yang bersifat harmonis atau damai hingga konflik militer.Hubungan yang bersifat damai misalnya tercermin dalam pengiriman utusan atau duta antara kedua belah pihak.Kaisar-kaisar Bizantium misalnya sering mengirimkan perutusannya ke Baghdad, ibukota Daulah Abbasiyah.Meskipun demikian, hubungan Barat-Islam sepanjang yang dapat diamati hingga masa-masa belakangan, belum memperlihatkan tingkat hubungan sebagaimana yang diharapkan.Jalinan hubungan yang tampak, masih sebatas retorika, belum sampai pada tataran yang didasarkan atas ketulusan dan kesepadanan. Untuk melihat bagaimana sebenamya gambaran hubungan Barat-Islam selama ini berlangsung, menarik untuk disimak komentar Edward W. Said yang mengatakan bahwa hubungan Bamt dan Timur (Islam) adalah hubungan kekuatan, dominasi hubungan berbagai derajat hegemoni yang kompleks.[12]
Terdapat pelbagai faktor yang menjadi sebab terjadinya konflik antara Islam dengan barat (Kristen)  pada akhir abad XX.  Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk muslim yang begitu pesat menyebabkan terjadinya banyak pengangguran dan mendorong anak-anak muda menjadi anggota kelompok Islamis, melakukan tekanan terhadap penduduk sekitar dan bermigrasi ke Barat. Kebangkitan Islam memberikan keyakinan baru dikalangan Umat islam terhadap watak dan keluhuran peradaban serta nilai-nilai yang mereka miliki dibanding peradaban serta nilai-nilai barat. Upaya-upaya Barat yang simultan untuk mempropagandakan nilai-nilai dan institusi-institusi mereka, mempertahankan superioritas  kekuatan militer dan ekonomi mereka, serta intervensi mereka terhadap  pelbagai konflik yang terjadi di dunia Islam . Runtuhnya komunisme menjadi sebab tumbuhnya keyakinan akan musuh bersama antara Islam dan barat, dan melupakan permusuhan masa lalu.[13]Politik global barat, merupakan kebijakan kelanjutan dari misi imperialism baru.Varian seperti ini tidak selalu melakukan pendudukan pada sebuah negeri tertentu, serta penguasaan langsung. Imperialisme model ini dilakukan dengan mendiktekan kehendak dari balik tabir melakukan nasihat yang wajib dituruti dan dilaksanakan, dengan ancaman yang samar. Bahkan kadangkala mereka mengirim pasukan militer ke wilayah tertentu dengan alasan ada kesepakatan bilateral antara kedua negara yang sebenarnya tidak lebih dari sebuah titah  dan dikte terhadap sebuah negara lemah yang dilakukan dengan besar. Sebagai contoh pemaksaan Amerika Serikat untuk menyerbu dan menduduki Afganishtan, kemudian Irak, menekan Iran dan Korea Utara menyerbu negara itu sebagai “poros Setan”[14]Banyak analisis yang menjelaskan sebab dan faktor yang memicu terjadinya benturan peradaban antara Islam dan Barat ini. Secara ringkas, dapat kita bagi menjadi 3 faktor utama sebagai berikut:
1.            Faktor agama.
Sejarah telah mencatat Baratlah yang memulai perang terhadap umat Islam yang kemudian lebih dikenal dengan Perang Salib atau Crusade. Perang Salib terjadi selama 1 abad (1096–1192 M), yang berlangsung selama tiga tahap: antara tahun 1096–1099 M; antara tahun 1147–1149 M; dan antara tahun 1189-1192 M.[15]Pembantaian kaum Muslim oleh tentara salib di Spanyol (Andalusia) abad XV M, termasuk serangan secara pemikiran dan kebudayaan (tsaqâfah) seperti yang dilakukan oleh kaum zindiq serta para misionaris dan orientalis, adalah juga berlatar belakang agama.[16]
Hingga kini, semangat Perang Salib ini masih melekat dalam benak orang-orang Barat, yang kemudian menjelma menjadi ‘prasangka buruk’ (stigma)  terhadap ajaran Islam dan umat Islam. Edward Said, dalam bukunya yang berjudul, Covering Islam, menulis bahwa kecenderungan memberikan label yang bersifat generalisasi mengenai Islam dan orang Islam, tanpa melihat kenyataan sebenarnya, menjadi salah satu kecenderungan kuat dalam media Barat. Dari waktu ke waktu, prasangka semacam itu selalu muncul dan muncul kembali ke permukaan.Kata "christendom” dan “holy war” mulai banyak digunakan dalam berbagai tulisan di media massa Barat, seolah-olah ingin memperlihatkan bahwa sedang terjadi suatu “perang suci” antara Barat dan dunia lain di luarnya, terutama Dunia Islam.
2.      Faktor ekonomi.
Lenyapnya institusi Khilafah telah melebarkan jalan bagi negara imperialis Barat untuk menghisap berbagai kekayaan alam milik umat Islam.Sejak masa penjajahan militer era kolonial hingga saat ini, Barat telah melakukan eksploitasi ‘besar-besaran’ atas sumberdaya alam yang dimiliki umat Islam.
Sebaliknya, jika Khilafah Islam kembali berdiri dan berhasil menyatukan negeri-negeri Islam sekarang, berarti Khilafah Islam akan memegang kendali atas 60% deposit minyak seluruh dunia, boron (49%), fosfat (50%), strontium (27%), timah (22%), dan uranium yang tersebar di Dunia Islam (Zahid Ivan-Salam, dalam Jihad and the Foreign Policy of the Khilafah State).
Secara geopolitik, negeri-negeri Islam berada di kawasan jalur laut dunia yang strategis seperti Selat Gibraltar, Terusan Suez, Selat Dardanella dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam ke Mediterania, Selat Hormuz di Teluk, dan Selat Malaka di Asia Tenggara. Dengan menempati posisi strategis ini, kebutuhan dunia terutama Barat sangat besar akan wilayah kaum Muslim. Ditambah lagi dengan potensi penduduknya yang sangat besar, yakni lebih dari 1.5 miliar dari populasi penduduk dunia. Melihat potensi tersebut, wajar jika kehadiran Khilafah Islam sebagai pengemban ideologi Islam ini dianggap sebagai tantangan, atau lebih tepatnya lagi, menjadi ancaman bagi  peradaban  Barat saat ini.Walhasil, benturan antara kepentingan umat Islam yang ingin mempertahankan hak miliknya dan kepentingan negara Barat kapatalis tidak terhindarkan lagi.
3.      Faktor ideologi.
Desember 2004 lalu, National Intelelligence Council’s (NIC) merilis sebuah laporan yang berjudul, “Mapping the Global Future”. Dalam laporan ini diprediksi empat skenario dunia tahun 2020, salah satu di antaranya adalah akan berdirinya "A New Chaliphate", yaitu berdirinya kembali Khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai global Barat. Terlepas dari apa maksud dipublikasikannya analisis ini, paling tidak, kembalinya negara Khilafah Islam menurut kalangan analisis dan intelijen Barat termasuk hal yang harus diperhitungkan. Pertanyaannya, mengapa harus Khilafah?Jawabannya, karena potensi utama dari negara Khilafah adalah ideologi yang diembannya.Khilafah Islam adalah negara global yang dipimpin oleh seorang khalifah dengan asas ideologi Islam.Ideologi Islam ini pula yang pernah menyatukan umat Islam seluruh dunia mulai dari jazirah Arab, Afrika, Asia, sampai Eropa.Islam mampu melebur berbagai bangsa, warna kulit, suku, ras, dan latar belakang agama yang berbeda.Kelak, Khilafahlah yang  bertanggungjawab untuk mengemban dan menyebarkan ideologi Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.



[1]Civilisation" (1974), Encyclopaedia Britannica 15th ed. Vol. II, Encyclopaedia Britannica, Inc., 956. Lebih jelasnya lihat http://ahmedmoezliem.blogspot.com/2012/01/efek-benturan-peradaban-islam-vs.html, Diakse pada tanggal 14 Mei 2012, pukul 12.00 WIB
[2]Pengertian yang biasanya di gunakan di pondok pesantren Hidayatullah yang di gagaskan oleh Ust. Suharsono
[3] Firdaus Syam. Pemikiran Politik Barat : Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya terhadap Dunia ke-3.  Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2007. Hlm. 1
[4]  Albert Hourani. Islam dalam Pandangan Eropa (terj).Yogyakarta. Pustaka Pelajar.1998. hlm.9
[5]  Roger Graudy. Janji-janji Islam (terj), Hm. Raqsyidi. Jakarta : Bulan Bintang. 1984. Hlm 11.
[6]Samuel P. Huntington.. Benturan Peradaban. Yogyakarta : Qalam. 2010. hlm. 55
[7]Ibid, hlm 65
[8]Pidato Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa Bidang Kemanusiaan dari Universitas Gadjah Mada Pada Rapat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 19 Desember 2011.
[9]Samuel.P. Huntington,Op.cit., hlm 181.        
[10]Ibid, hlm 193.Lebih jelasnya lihat Mahathir Mohammad. 1983. Mare Jirenma (The Malay Dilemma).hlm,267.
[11]Ibid,hlm 591-593
[12]Edward W. Said, Orientalisme (Bandung: Pustaka, 1994) Lihat lebih jelasnya dalam Katimin.Menuju Tata Dunia Baru, Hubungan Barat – Islam (perspektif historis-politis). Hlm. 153.
[13] Samuel.P. Huntington,Op.cit., hlm 383.
[14] Yusuf Al-qaradhowi..Islam Abad 21: Refleksi Abad 20 dan Agenda Masa depan.Jakarta : Pustaka Kautsar. 2000. Hlm. 8-9
[15]Samuel. P. Huntington,op.cit, hlm 333
[16]An-Nabhani, Ad-Dawlah al-Islamiyah. ____________:  Penerbit  Hizbut Tahrir,2002.hlm. 168-173.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar