Senin, 02 Juli 2012

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI



Oleh : Ahmad Bachtiar Faqihuddin
Pengantar
Dunia saat ini memasuki era globalisasi, ciri dunia tanpa batas, cenderung homogen (sama), akses infomasi dan komunikasi kian cepat. Selain itu secara langsung maupun tidak langsung banyak ideologi asing yang gencar menerpa masyarakat Indonesia. Hal itu terkadang tidak disadari oleh masyarakat karena kurangnya proses penyaringan (Filterisasi).  Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia kian hari kian akut yang jauh dari realitas Khittah ideologi ini ada melalui proses perjalanan sejarah yang panjang.
Arus globalisasi tidak hanya ditandai dengan adanya pasar bebas, mesin pengeruk uang, serta adanya kecendrungan strata sosial yang kurang merata. Tetapi lebih dari itu, arus globalisasi juga mampu menanamkan benih-benih ideologi yang kurang pantas diserap berdasarkan konteks masyarakat yang ada diberbagai wilayah tertentu. Proses ini bisa terjadi melalui difusi kebudayaan, perebutan hegemoni perekomian baik secara penguatan geopolitik maupun transformasi kebudayaan yang pada akhirnya suatu bangsa akan mengalami kehilangan identitas jati diri bangsanya. Layaknya Indonesia dengan kondisi masyarakat yang pluralitas ternyata mampu mengakomodir kepentingan semua golongan, hal ini berdasarkan adanya konsensus dalam membangun ideologi negara, ideologi itu disebut Pancasila. Pancasila sendiri terlahir adanya semangat nasionalisme yang merupakan cikal bakal adanya semangat untuk membangun bangsa yang satu. Pada dasarnya ideologi pancasila yang kita anut selama ini berdasrkan Demokrasi yang ber-tipologi teosentris bukan pada aspek antroposentrisnya. Tipologi itu berdasarkan azaz-azaz yang termaktub dalam substansi pancasila yakni “Ketuhana yang maha Esa”. Namun pada akhirnya seiring arus globalisasi yang kian tak terbendung maka benih-benih liberalisasi dan komunisme merambah pada tatanan masyarakat Indonesia baik secara sistemik maupun sistematis. Produk hukum yang dijadikan sebagai sandaran atas kebijakan umum tidak terlepas dari kepentingan asing yang sengaja menancapkan benih-benih ideologisasi pihak asing, sebagai contoh kebijakan privatisasi BUMN, hal ini bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 (Ekonomi kerakyatan) yang konsisten dengan sila ke-5 “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sebagai respon atas jawaban secara tersurat maupun tersirat penolakan terhadap sistem ekonomi Liberal. Tidak hanya gerak ekonomi pola ideologisasi pun merambah pada tingkah laku masyarakat Indonesia seperti budaya hedonisme, konsumerisme, dan materialisme. Budaya seperti ini jelas sekali bertentangan dengan falsafah pancasila yang dibangun berdasrkan pendekatan teosentris (sila ke-1), sedangkan budaya-budaya konsumerisme, materialisme, hedonisme, atheisme  merupakan budaya barat yang diekspor ke berbagai negara-negara dengan memandang kebebasan berekspresi tanpa melalui krtik religi-etik (Antroposentrisme).
Dengan adanya gejala tersebut diatas semakin diperlukan sebuah kajian krtis terhadap pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat kita diharapkan semakin krtis dalam menentukan pilihan-pilhan pandangan hidup, sikap dan gaya hidupnya (Life style)  yang selaras dengan nilai-nilai pancasila sebagai prinsip hidup yang kokoh, orientasi hidup yang jelas dalam bersikap dan berprilaku sehingga tidak terombang-ambing mengikuti arus global.

            Perbandingan Ideologi Liberalisme, Komunisme, dan Pancasila
1.      Liberalisme
Jhon Locke (1632-1704) merupakan orang pertama yang meletakan dasar-dasa ideologi liberal. Liberalisme muncul sebagai reaksi  terhadap filsafat Filmer yang mengatakan bahwa setiap kekuasaan bersifat monarki mutlak dan tidak ada yang lahir bebas (Magnis suseno,1994). Dengan kata lain, ciri liberalisme  adalah sebagai berikut[1] :
a.       Memiliki kecenderungan untuk mendukung perubahan
b.      Mempunyai kepercyaan terhadap nalar manusiawi
c.       Bersedia menggunakan pemerintah  untuk meningkatkan kondisi manusiawi
d.      Mendukung kebebasan individu
e.       Bersikap ambivalen terhadap sifat manusia ( Lyman Tower sargent,1986:96)
Walaupun di atas telah disebutkan ciri-ciri liberalisme, kecuali sifat ambivalennya terhadap sifat manusia, namun liberalisme mempunyai kelemahan-kelemahan yakni Liberalisme buta terhadap kenyataan, bahwa tidak semua orang kuat kedudukannya dan tidak semua orang sama cita-citanya. Oleh karena itu, kebebasan yang hampir tanpa batas itu dengan sendirinya dipergunakan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok yang kuat untuk semakin memperluas pengaruhnya. Akibatnya tanggung jawab sosial seluruh masyarakat ditolak oleh liberalisme sehingga melahirkan istilah binatang ekonomis. Artinya manusia hanya mementingkan keuntungan ekonomisnya sendiri.
Maka dapat diartikan bahwa hal-hal yang terdapat dalam liberalisme terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945, teetapi pancasila menolak liberalisme sebagai ideologi bersifat absolutisasi dan determinasi. Absolutisasi diartikan sebagai adanya proses pemutlakan hal-hal yang pada hakikatnya tidak mutlak. Sedangkan determinasi adalah ajaran bahwa sesuatu itu secara mutlak telah ditentukan dan dibatasi oleh faktor-faktor tertentu.[2]
 
2.      Komunisme
3 ciri negara komunis adalah[3] :
1.      Berdasarkan ideologi Marxisme-Leninisme, artinya bersifat materialistis, atheis dan kolektivistik,
2.      Merupakan sistem kekuasaan satu partai seluruh masyarakat
3.      Ekonomi komunis bersifat etatisme[4]
Ideologi komunisme bersifat absolutisasai dan determinis, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu , hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam negara komunis. Manusia dianggap sebagai “sekrup” dalam sebuah kolektivitas.[5]
Pancasila  sebagai ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Pancasila bertitik tolok dari pandangan bahwa manusia secara kodrati bersifat monopluralis[6], manusia secara kodrati terdiri dari susunan kodrat, sifat kodrat dan kedudukan kodrat yang harus diwujudkan secara seimbang

3.      Pancasila
Soeryanto poespo wardojo, mengemukakan bahwa pancasila sebagai orientasi kemanusiaaan , bila dirumuskan negatif antara lain:
a.       Pancasila bukan Materialisme
Erik Fromm mengatakan bahwa dalam masyarakat modern, manusia telah teralienasi (terasing) dari diri sendiri dan lingkungannya. Manusia tidak bebas, karena harus tunduk pada irama kehidupan.[7]
b.      Pancasila bukan pragmatisme
Pragmatisme merupakan faham yang menitikberatkan atau meletakan kriteria tindakan manusia pada pemanfaatan atau kegunaan. Pandangan ini jika ditarik lebih jauh akan bermuara pada tindakan yang inhuman. Pancasila mengakui manusia sebagai pribadi yang bernilai pada dirinya sendiri (intrinsik) dan tidak boleh direduksikan ke bawah kriteria manfaat atau kegunaan saja.
c.       Pancasila bukan spiritualisme[8]
Faham ini ternyata dalam telah dipakai untuk untuk melegitimasi tindakan otoriter dan tidak demokratis dari penguasa.
Sedangkan jika dirumuskan positif pancasila mempunyai ciri-ciri
a.       Integral
Dalam arti Pancasila mengajarkan ajaran kemanusiaan yang integral. Manusia adalah individualitas dan sekaligus sosialitas yang dimana manusia itu memiliki masing-masing otonom dan korelatif.
b.      Religius
Merupakan hal berkaitan dengan yang adikodrati[9], yang bersifat supranatural dan transendental. Dengan demikian faham kemanusiaan yang humanisme-religius. Mengingkari Tuhan sebagai pencipta berarti mengingkari eksistensi dirinya sendiri. Pancasila dengan sendirinya menolak ateisme dan buka pula negara agama (teotokrasi) sekaligus bukan pula negara sekuler.
c.       Etis
Yaitu filsafat yang berkaitan dengan tindakan manusia yang dapat dikenal ukuran baik buruknya.

            Refleksi Pancasila Sebagai Ideologi
Hemat penulis selama ini pancasila memang efektif sebagai ideologi yang mempersatukan Indonesia secara politik, tetapi belum mampu dijadikan sebagai ideologi ekonomi, sosial, dan budaya. Mengapa? Karena pancasila hanya dijadikan alat sebagai menancapkan rezim untuk menghegemoni, pada masa orde lama Pancasila cenderung ke kiri (komunisme), sedangkan rezim orde baru pancasila cenderung ke kanan[10], sedangkan pada saat ini relatif cenderung jalan di tempat. Selain itu kita masih memahami pancasila sebagai mitos bukan sebagai ideologi negara. Ada hari kesaktian pancasila, kita lebih memandangnya sebagai mitos daripada sebagai sejarah, sebab “sakti” dalam sistem pengetahuan agraris kita mengandung unsur mistik. Mistifikasi Pancasila  tak terelakkan, seolah-olah Pancasila sebagai makhluk sakti mandraguna yang mempunyai kehidupan sehari-hari, lepas dari bangsa Indonesia yang melahirkan dan mendukungnya melalui proses yang panjang.


Untuk mengembalikan ruh pancasila sebagai ideologi negara pancasila dituntut tetap pada jati dirinya, antara lain[11] :
1.      Konsisten[12]
Artinya, satu sila harus merupakan kesatuan yang padu, misalnya sila ke-1 harus mempunyai hubungan yang logis dengan pasal 29 (Agama) UUD 1945, dan sebagainya.
2.      Koheren[13]
Artinya, satu silat harus terkait dengan sila yang lain. Sila Kemanusiaan tidak boleh lepas dari sila Ketuhanan. Sila persatuan Indonesia tidak boleh lepas dari sila Kemanusiaan, dan sebagainya.
3.      Koresponden[14]
Artinya, ada kecocokan antra praktik dengan teori, kenyataan dengan ideologi, dan sebagainya.

















[1] Rukiyati M.Hum dkk.2008.Pendidikan Pancasila, Buku Pengantar Kuliah. Yogyakarta : UNY Press hlm 80
[2]  Pranarka AMW. 1989.Filsafat pancasila: Sebuahpendekatan Sosio-budaya. Jakarta :PT Gramedia hlm 404.
[3] Magnis Suseno.1988.Etika Politik. Jakarta : Gramedia hlm 30
[4]  Etatisme adalah pandangan  bahwa pengaturan ekonomi semua ditangan negara
[5] Ibid 31
[6] Monopluralis  adalah manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya.
[7] Rukiyati M.Hum dkk.2008.Pendidikan Pancasila, Buku Pengantar Kuliah. Yogyakarta : UNY Press hlm 85
[8] F.W Hegel merupakan filsuf pertama yang memperkenalkan faham spiritualisme. Hegel mengatakan bahwa realita seluruhnya adalah perwujudan roh (spirit).
[9] Adikodrati berarti diatas yang kodrat, diatas yang natural yang mengatasi segala sesuatu.
[10] Cenderung ke kanan diibaratkan politisasi kaum agamawan guna kepentingan rezim orde baru, karena pada saat itu dukungan militer sebagai penyokong eksistensi orde baru kian melemah. Akhirnya dibentuklah ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) bertujuan menyebar jaring laba-laba politik demi melanggengkan kekuasaan.
[11] Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. _____: Mizan hlm 82
[12] Konsisten berasal dari bahasa Latin Consitere “ berdiri bersama” artinya “sesuai” “ harmoni”, atau hubungan logis.
[13]  Koheren berasal dari bahasa Latin Conhere berarti “lekat  satu dengan yang lainnya”.
[14] Koresponden berasal dari Latim com berati “ bersama” sedangkan respondere “ menjawab”

3 komentar:

  1. sepertinya anda pecinta keramaian? :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuhu,,,hidup penuh warna, dan warna cerah adalah filosofi keceriaan :D

      Hapus
  2. sekarang malah lebih dari kata-kata ceria, hmm background anda seperti malaikat tanpa dosa, :p

    BalasHapus